Keumamah
merupakan masakan yang tak asing lagi di kehidupan masyarakat Aceh. Ya,
Keumamah makanan khas Aceh, lahir karena perang, populer hingga saat ini,
memang makanan satu ini unik dan penuh heroik.
Keumamahatau
sering juga disebut dengan “Ungkoet Kayee”
atau terjemahannya dalam Bahasa Indonesia adalah “Ikan Kayu”. Bukan
berarti berasal dari kayu atau semacamnya, tetapi karena bentuk dan wujudnya
yang keras serta menyerupai kayu, namun pada hakekatnya Keumamah ini berasal dari Ikan jenis Tongkol.
Di
dalam sejarah Aceh. keumamah menjadi lauk utama yang berjasa menjadi bekal yang
selalu dibawa para pejuang Aceh saat bergerilya di hutan atau ketika bersembunyi di kurok-kurok
(tempat persembunyian di dalam tanah) saat perang melawan penjajah yang dimulai
pada tanggal 26 maret 1873.
Karena
keawetannya dan tahan lamanya lah kenapa kuliner yang satu ini menjadi sangat
populer dimasa itu selain tentunya rasanya yang enak. Saat musibah Tsunami 26
Desember 2004 yang menimpa Aceh, Keumamah menjadi makanan lauk favorit para
pengungsi korban bencana di titik-titik tenda dan barak pengungsian.
Proses
pembuatan yang unik dan melalui tahap-tahap panjangnya tak salah jika membuat
kuliner ini menjadi istimewa, melalui proses pengawetan yang biasa dilakukan
masyarakat Aceh secara turun-temurun yaitu dimulai dari pembersihan, perebusan
dengan menyertakan daun belimbing wuluh, ada juga yang menyertai dengan daun
kuda-kuda, mungkin ini untuk membuat ikannya awet lama, kemudian setelah
direbus selama 1 s/d 2 jam atau hingga masak ikan kemudian masuk kedalam proses
penirisan, lalu pengeringan awal dengan sinar matahari sampai permukaan ikan
kering.
Tak
sampai disini, prosesnya masih berlanjut pada proses pengecilan ukuran, setiap
ikan tersebut dipotong menjadi dua bagian, satu bagian ikan tersebut
dipotong/dibelah memanjang menjadi 2 bagian lagi, sehingga potongan ikan
menjadi 4 bagian, dengan terlebih dahulu memisahkan tulang-tulangnya, biasanya
tulang tidak dibuang karena digunakan sebagai penyedap kuah atau masakan tradisional
lainnya. Ikan-ikan ini dipotong dengan tujuan mempercepat proses pengeringan.
Selanjutnya
adalah tahap penirisan dan pengeringan akhir, serta pengasapan selama beberapa
minggu diatas langit-langit dapur sampai dagingnya mengeras. Setelah itu daging
yang telah mengering tersebut kemudian dibalut dengan tepung tapioka agar tidak
mengeluarkan bau dan tetap terjaga keawetannya.
Keumamah
masih setengah jadi namun sudah bisa disantap dengan nasi tampa harus dimasak
lagi, cukup direndam dengan air panas hingga keumamah-nya empuk dan
disuwir-suwir, begitulah yang dilakukan para pejuang aceh tempo dulu pada saat
berada di dalam peperangan yang serba terbatas.
Tapi
percayalah kita akan bocorkan bagaimana mengolah keumamah ini hingga menajadi
kuliner lezat yang begitu kaya dengan rasa khasnya bumbu-bumbu rempah
tradisional Aceh. Banyak cara untuk memasak keumamah,masyarakat Aceh biasanya
memasak dengan 2 cara, yaitu Keumamah Tumeh (tumis) dan kedua adalah Keumamah
Kuah Leumak (kuah lemak).
Pembuatan
Keumamah Tumeh sendiri tidaklah begitu rumit, bumbu dasar terdiri dari Asam
Sunti (belimbing wuluh yang sudah dikeringkan), cabai rawit, bawang merah,
bawang putih, sedikit kunyit, garam secukupnya yang di dihaluskan terlebih
dahulu dan kemudian ditumis seperti biasa dengan minyak goreng dan diberikan
daun Teumurue(daun kare khas Aceh).
Sedangkan
Keumamah Kuah Leumak yang memiliki rasa masakan kuah khas Aceh ini terbentuk
dari kombinasi bumbu-bumbunya yang tak jauh beda dengan tumis, diantaranya cabe
rawit, Asam Sunti (belimbing wuluh yang sudah dikeringkan), bawang merah, cabe
merah, kunyit secukupnya.
Bahan
bumbu tersebut dihaluskan terlebih dahulu, kemudian di tumis dan setelah wangi
harum barulah diberi Santan kelapa, serai, daun Teumurue (daun kare khas Aceh).
Beberapa daerah di Aceh ada yang nenambahkan kedalam masakan dengan kentang
atau telur bebek, agar tak pecah telur bebek tidak lagi diaduk. sumber warna nusantara
Keumamah, Masakan yang Lahir Karena Perang
Reviewed by Unknown
on
08.20
Rating:
Tidak ada komentar: