HERODOTUS,
ahli sejarah Yunani adalah orang pertama yang membuat peta dunia pada 450
Sebelum Masehi. Dalam peta tersebut, ia menggambarkan dunia berakhir di India
merujuk pada ekspansi Alexander the Great yang hanya berhasil mencapai sungai
Indus.
Peta
dunia kemudian diperbaiki oleh nahkoda Yunani yang tidak dikenal namanya. Ia
membuat semacam buku penuntun yang dinamai Feriplus Maris Erythraea atau
petunjuk pelayaran laut India pada awal abad 1 Masehi. Ia menjelaskan lintasan
perdagangan yang terjadi masa itu antara Mesir dan India, pelabuhan-pelabuhan
yang dijumpai di tengah perjalanan laut dan barang-barang yang diperjualbelikan
antar negara.
Namun
keterangannya mengenai Chryse atau wilayah yang ada di timur hanya diperolehnya
dari catatan-catatan orang India dan penduduk sungai Gangga. Berdasarkan
catatan nahkoda Yunani tersebut, diketahui Chryse adalah satu negeri yang
menghasilkan penyu terbaik di lautan Hindia. Jika dituju lebih jauh ke timur
maka akan dijumpai pulau besar Thinae, tempat pengumpulan sutera dari Thin.
“Dengan
menyebut penyu terbaik itu, timbul rekaan bahwa orang yang membuat penangkapan
penyu itu untuk hidupnya adalah panduduk Sumatera, karena pulau inilah yang
berada di lautan Hindia dan yang terdekat ke barat,” tulis H. Mohammad Said
dalam bukunya Aceh Sepanjang Abad.
Dugaan
H. Mohammad Said tersebut berpijak pada potensi alam di Sumatera yang memiliki
habitat penyu terbesar di lautan Hindia. Masih menurut catatan nahkoda Yunani
tersebut, diketahui banyak penduduk dari perbatasan Thin datang ke Chryse.
Ilmuwan
barat telah menobatkan penysun buku petunjuk Feriplus ini sebagai peretas jalan
untuk mengenal kepulauan Indonesia, yang menghasilkan kekayaan alam berupa
hasil bumi seperti rempah-rempah.
Tujuh
puluh lima tahun setelah nahkoda Yunani menyusun buku petunjuk tersebut,
Ptolemaeus, seorang ahli ilmu bumi Yunani lainnya menjadi orang pertama yang
memperkenalkan Nusantara dan Semenanjung Melayu. Ptolemaeus tinggal di
Alexandria, suatu pelabuhan besar zaman dulu di Mesir. Pelabuhan ini memiliki
peranan dalam lintas perdagangan antar bangsa.
Buku
karya Ptolemaeus yang terkenal tersebut berjudul Geographike Uplehesis, berupa
ilmu bumi dunia yang lengkap dengan peta-petanya. Pada bab ke tujuh, Ptolemaeus
membicarakan kepulauan dan semenanjung bagian Asia Tenggara. Ia memperkenalkan
“Aurea Chersonesus” atau “Pulau Emas”. Pulau ini terletak di bagian paling
timur.
“Dalam
peta itu, Ptolemaeus menempatkan sebuah pulau bernama Yabadiou, suatu nama yang
mirip dengan nama Yawadwipa, beberapa abad lebih dulu dalam kakawin Hindu Ramayana,”
tulis H. Mohammad Said lagi.
Ia
menduga Ptolemaeus yang tinggal di Alexandria telah mendapat informasi dari
saudagar-saudagar yang berdatangan ke wilayah tersebut yang berperan sebagai
kota pelabuhan perantara (entrepot) untuk laut tengah, terutama Romawi, Mesir,
Yunani, Perancis, dan Spanyol dengan saudagar-saudagar Arab dari Arab Selatan.
Komoditi perdagangan yang berasal dari timur telah didatangkan oleh saudagar
Arab dari Barygaza atau dari pantai-pantai lain di India.
“Suatu
kemungkinan dapat diperhitungkan yakni bahwa barang-barang yang dibeli atau
diangkut dari Barygaza, sebagiannya berasal dari pantai utara pulau Sumatera
atau di Aceh,” tulis Mohammad Said.
Dugaan
ini merujuk pada perkembangan masa itu, dimana Aceh telah terlibat perdagangan
antar pulau seperti Kalimantan, Sulawesi atau Bugis, Maluku, Jawa maupun
Palembang. Mohammad Said menduga Aceh saat itu telah menjadi pelabuhan
perdagangan perantara dengan dunia luar.
“Atau
bisa jadi orang luar yang mengadakan kontak dengan pelabuhan Aceh sendiri
karena yang terpenting komoditi ekspor dewasa itu adalah lada, kapur barus,
emas maupun perak. Semua ini dapat disuplai oleh pelabuhan Aceh,” kata Mohammad
Said.
Ia
lantas kembali merujuk catatan Ptolemaeus dalam buku Geographike Uplehesis. Di
dalam buku tersebut menyebutkan kota pelabuhan Jabadiou banyak menghasilkan
emas dan sangat subur. Kota ini terletak di bagian paling barat. Ptolemaeus
mencatat daerah ini dengan nama Argyre atau Kota Perak.
“Dapat
diperhitungkan bahwa Argyre tersabut dimaksudkan Banda Aceh atau di sekitar
situ. Moens pun memperhitungkan demikian,” tulis Mohammad Said.[] Sumber: portalsatu.com
Perdagangan Aceh dalam Catatan Sejarah
Reviewed by Unknown
on
05.18
Rating:
Tidak ada komentar: